Monday 27 August 2007

Iman Kepada Allah (Tauhid dan Tanzih)

Tauhid

http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/9/1/pustaka-145.html - 49k -

Iman Kepada Allah (Tauhid dan Tanzih)

1. Dalil-Dalil Tentang Iman Kepada Allah

Firman Allah SWT:


Wahai orang yang beriman; berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya (Muhammad SAW), kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Barangsiapa kafir (tidak beriman) kepada Allah, malaikat-Nya. kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat, maka sesungguhnya orang itu sangat jauh tersesat. QS. an-Nisaa' (4): 136.


Dan Tuhan itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang. QS. al-Baqarah (2): 163.


Allah itu tunggal, tidak ada Tuhan selain Dia, yang hidup tidak berkehendak kepada selain-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Bukankah tidak ada orang yang memberikan syafaat di hadapan-Nya jika tidak dengan seizin-Nya? Ia mengetahui apa yang di hadapan manusia dan apa yang di belakang mereka, sedang mereka tidak mengetahui sedikit jua pun tentang ilmu-Nya, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Pengetahuannya meliputi langit dan bumi. Memelihara kedua makhluk itu tidak berat bagi-Nya. Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS. al-Baqarah (2): 255.


Dialah Allah, Tuhan Yang Tunggal, yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui perkara yang tersembunyi (gaib) dan yang terang Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah, tidak tidak ada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci, yang sejahtera yang memelihara, yang Maha Kuasa. Yang Maha Mulia, Yang Jabbar,lagi yang Maha besar, maha Suci Allah dari segala sesuatu yang mereka perserikatkan dengannya. Dialah Allah yang menjadikan, yang menciptakan, yang memberi rupa, yang mempunyai nama-nama yang indah dan baik. Semua isi langit mengaku kesucian-Nya. Dialah Allah Yang Maha keras tuntutan-Nya, lagi Maha Bijaksana. QS. al-Hasyr (59): 22-24

Dalam Surat Al-Ikhlash, yang mempunyai arti:

"Katakanlah olehmu (hai Muhammad): Allah itu Maha Esa. Dialah tempat bergantung segala makhluk dan tempat memohon segala hajat. Dialah Allah, yang tiada beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun atau sesuatu yang sebanding dengan Dia." QS. al-Ikhlash (112): 1-4.

Sabda RasululIah SAW:


Katakanlah olehmu (wahai Sufyan, jika kamu benar-benar hendak memeluk Islam): Saya telah beriman akan Allah; kemudian berlaku luruslah kamu. (HR. Taisirul Wushul, 1: 18).


Manusia yang paling bahagia memperoleh syafaat-Ku di hari kiamat, ialah: orang yang mengucapkan kalimat La ilaha illallah. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12).


Barangsiapa mati tidak memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk surga. Dan barangsiapa mati tengah memperserikatkan Allah dengan sesuatu, pasti masuk neraka. (HR. Muslim, Taisirul Wushul, 1: 12.

2. Pengertian Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah ialah:

1. Membenarkan dengan yakin akan adanya Allah;
2. Membenarkan dengan yakin akan keesaan-Nya, baik dalam perbuatan-Nya menciptakan alam makhluk seluruhnya, maupun dalam menerima ibadat segenap makhluk-Nya;
3. Membenarkan dengan yakin, bahwa Allah bersifat dengan segala sifat sempurna, suci dari segala sifat kekurangan dan suci pula dari menyerupai segala yang baharu (makhluk).

Demikianlah pengertian iman akan Allah, yang masing-masing diuraikan dalam pasal-pasal yang akan datang.

Makrifat

Perlu dijelaskan lebih dahulu, bahwa membenarkan dalam pengertian iman seperti yang tersebut di atas, ialah suatu pengakuan yang didasarkan kepada makrifat. Karena itu perlulah kiranya diketahui dahulu akan arti dan kedudukan makrifat itu.

Makrifat ialah: "Mengenal Allah Tuhan seru sekalian alam" untuk mengenal Allah, ialah dengan memperhatikan segala makhluk-Nya dan memperhatikan segala jenis kejadian dalam alam ini. Sesungguhnya segala yang diciptakan Allah, semuanya menunjukkan akan "adanya Allah". memakrifati Allah, maka Dia telah menganugerahkan akal dan pikiran. Akal dan pikiran itu adalah alat yang penting untuk memakrifati Allah, Zat yang Maha Suci, Zat yang tiada bersekutu dan tiada yang serupa. Dengan memakrifati-Nya tumbuhlah keimanan dan keislaman. Makrifat itulah menumbuhkan cinta, takut dan harap. Menumbuhkan khudu' dan khusyuk didalam jiwa manusia. Karena itulah makrifat dijadikan sebagai pangkal kewajiban seperti yang ditetapkan oleh para ahli ilmu Agama. Semuanya menetapkan: "Awwaluddini, ma'rifatullah permulaan agama, ialah mengenal Allah". Dari kesimpulan inilah pengarang az-Zubad merangkumkan syairnya yang berbunyi:


Permulaan kewajiban manusia, ialah mengenal akan Allah dengan keyakinan yang teguh.

Dalam pada itu, harus pula diketahui, bahwa makrifat yang diwajibkan itu, ialah mengenali sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya yang dikenal dengan al-Asmaul Husna (nama-nama yang indah lagi baik). Adapun mengetahui hakikat Zat-Nya, tidak dibenarkan, sebab akal pikiran tidak mampu mengetahui Zat Tuhan. Abul Baqa al-'Ukbary dalam Kulliyiat-nya menulis: "ada dua martabat Islam: (l) di bawah iman, yaitu mengaku (mengikrarkan) dengan lisan, walaupun hati tidak mengakuinya; dan (2) di atas iman, yaitu mengaku dengan lidah mempercayai dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota".

Sebagian besar ulama Hanafiyah dan ahli hadits menetapkan bahwa iman dan Islam hanya satu. Akan tetapi Abul Hasan al-Asy'ari mengatakan: Iman dan Islam itu berlainan".

Abu Manshur al-Maturidi berpendapat, bahwa: "Islam itu mengetahui dengan yakin akan adanya Allah, dengan tidak meng-kaifiyat-kan-Nya dengan sesuatu kaifiyat, dengan tidak menyerupakan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Tempatnya yang tersebut ini, ialah dalam hati. Iman ialah mempercayai (mengetahui) akan ketuhanan-Nya dan tempatnya ialah di dalam dada (hati). Makrifat ialah mengetahui Allah dan akan segala sifat-Nya. Tempatnya ialah di dalam lubuk hati (fuad). Tauhid ialah mengetahui (meyakini) Allah dengan keesaan-Nya. Tempatnya ialah di dalam lubuk hati dan itulah yang dinamakan rahasia (sir).

Inilah empat ikatan, yakni: lslam, iman, makrifat, dan tauhid yang bukan satu dan bukan pula berlainan. Apabila keempat-empatnya bersatu, maka tegaklah Agama.

3. Cara Mengakui Ada-Nya Allah

Mengakui ada-Nya Allah, ialah: "Mengakui bahwa alam ini mempunyai Tuhan yang wajib wujud (ada-Nya), yang qadim azali, yang baqi (kekal), yang tidak serupa dengan segala yang baharu. Dialah yang menjadikan alam semesta dan tidaklah sekali-kali alam ini terjadi dengan sendirinya tanpa diciptakan oleh yang wajib wujud-Nya itu".

Demikianlah ringkasan cara mengetahui akan ada-Nya Allah, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengendali alam yang sangat luas dan beraneka ragam ini.

4. Cara Menetapkan Ada-Nya Allah

Agama Islam menetapkan ada-Nya Tuhan (Wujudullah) dengan alasan yang jitu dan tepat, yang tidak dapat dibantah dan disanggah; karena alasan yang dikemukakan oleh Agama Islam (al-Qur'an) adalah nyata, logis (manthiqy) dan ilmiah.

Dalailul Wujud atau Dalailut Tauhid ini dibahas dalam kitab-kitab ilmu kalam, karenanya baiklah kita tinjau lebih dahulu keadaan perkembangan ilmu kalam itu.

4.1. Aliran Kitab Tauhid

Untuk menjelaskan dalil-dalil yang diperlukan dalam menetapkan dasar-dasar aqidah, para ulama tauhid (ulama kalam), dari abad ke abad terus-menerus menyusun berbagai rupa kitab tauhid dan kitab kalam.

Dalam garis besarnya kitab-kitab tersebut terbagi atas tiga aliran:

(1) Aliran Salafi atau Ahlun Nash. Di antara pemukanya ialah Imam Ahmad Ibn Hanbal.
(2) Aliran Ahlul I'tizal (Mu'tazilah) yang dipelopori oleh Washil ibn 'Atha'.
(3) Aliran Asy'ari, yang dipelopori oleh Abul Hasan al-Asy'ari. jejaknya berturut-turut diikuti oleh Abu Bakar al-Baqillani, al-Juani, al-Ghazali, Ibnul Kathib, al-Baidawi dan ulama-ulama lain seperti ath- Thusi, at-Taftazani dan al-Ijzi.

Di samping itu ada pula aliran Maturidi, yang dipelopori oleh Abu Manshur al-Maturidi.
Cuma yang disayangkan ialah kebanyakan kitab-kitab yang disusun belakangan, tidak berdasarkan Salafi dan tidak pula berdasarkan nadhar yang benar. Setengahnya ada yang mendasarkan kepercayaan kepada dalil-dalil yang dapat dibantah oleh para filosof dan tidak dapat dipertahankan.2

1. Dari 1 sampai 10, baik dilewati, jika ingin langsung mempelajari dalil-dalil ada-Nya Allah atau dalailul wujud atau dalailut tauhid.
2. Lihat. 'Abdurrahman al-Jazairi Taudihul 'Aqa'id.

4.2. Pengertian Ilmu Tauhid

Ada beberapa ta'rif ilmu tauhid yang diberikan oleh para ulama. Di bawah ini disebutkan beberapa diantaranya yang dipandang tepat dengan yang dimaksud.

Pertama: Ilmu tauhid, ialah "ilmu yang membahas dan melengkapkan segala hujjah, terhadap keimanan, berdasarkan dalil-dalil akal serta menolak dan menangkis segala paham ahli bid'ah yang keliru, yang menyimpang dari jalan yang lurus".

Kedua: Ilmu tauhid, ialah ilmu yang di dalamnya dibahas:

[1] Tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya yang wajib di-itsbat-kan bagi-Nya, sifat-sifat yang harus (mumkin) bagi-Nya dan sifat-sifat yang wajib ditolak daripada-Nya.
[2] Tentang kerasulan rasul-rasul untuk membuktikan dan menetapkan kerasulannya; tentang sifat-sifat yang wajib baginya; sifat-sifat yang mumkin dan tentang sifat-sifat yang mustahil baginya.

Ta'rif pertama, memasukkan segala soal keimanan, baik mengenai ketuhanan, kerasulan, maupun mengenai soal-soal gaib yang lain, seperti soal malaikat dan akhirat. Tegasnya, melengkapi Ilahiyat, (soal-soal ketuhanan), nubuwwat (kenabian, kitab, malaikat) dan Sam'iyat (soal-soal keakhiratan, alam gaib). Ta'rif yang kedua mengkhususkan ilmu tauhid dengan soal yang mengenai ketuhanan dan kerasulan saja.

Dengan berpegang pada ta'rif yang pertama, maka sebahagian ulama tauhid membahas soal-soal malaikat, soal-soal kitab, soal-soal kadar, soal-soal akhirat, dan lain-lain yang berhubungan dengan soal beriman di bagian akhir dari kitab-kitab mereka.

Ulama yang berpegang pada ta'rif yang kedua, hanya membahas soal-soal yang mengenai ketuhanan dan kerasulan saja. Risalah Tauhid Muhammad Abduh yang sangat terkenal dalam dunia ilmu pengetahuan adalah salah satu dari kitab yang berpegang pada takrif kedua.3

3. Risalah Tauhid.

4.3. Perkembangan Ilmu Tauhid Dalam Sejarah Dan Cara Al-Qur'an Membicarakannya

Ilmu yang membahas dasar-dasar iman kepada Allah dan Rasul, telah sangat tua umumnya. Di setiap umat sejak zaman purba, ada ulamanya yang membahas ilmu ini. Cuma, mereka dahulu tidak mendasarkan penerangan-penerangan yang mereka ajarkan, kepada alasan-alasan akal; bahkan mereka kurang sekali mendasarkan kepercayaan kepada hukum dan karakter alam.

Al-Qur'an yang didatangkan untuk menyempurnakan segala yang masih kurang, segala yang belum sempurna, memakai cara dan sistem berpadanan dengan perkembangan akal dan kemajuan ilmu. Al-Qur'an menerangkan iman dengan mengemukakan dalil serta membantah kepercayaan yang salah dengan memberikan alasan-alasan yang membuktikan kesalahannya. Al-Qur'an menghadapkan pembicaraannya kepada akal serta membangkitkan dari tidurnya dan membangunkan pikiran dengan meminta pula supaya ahli-ahli akal itu memperhatikan keadaan alam. Maka al-Qur'an-lah akal bersaudara kembar dengan iman.

Memang diakui oleh ulama-ulama Islam, bahwa diantara "ketetapan agama", ada yang tidak dapat diitikadkan (diterima kebenarannya) kalau bukan karena akal menetapkannya, seperti: mengetahui (meyakini) ada-Nya Allah, qudrat-Nya, ilmu-Nya dan seperti membenarkan kerasulan seseorang rasul. Demikian juga mereka bermufakat menetapkan, bahwa mungkin agama mendatangkan sesuatu yang belum dapat dipahami akal. Akan tetapi, mungkin agama mendatangkan yang mustahil pada akal.

Al-Qur'an mensifatkan Tuhan dengan berbagai sifat yang terdapat namanya pada manusia, seperti: qudrat, ikhtiyar, sama', dan bashar. karena al-Qur'an menghargai akal dan membenarkan hukum akal, maka terbukalah pintu nadhar (penyelidikan) yang lebar bagi ahli-ahli akal (ahli-ahli nadhar) itu dalam menetapkan apa yang dimaksud oleh al-Qur'an dengan sifat-sifat itu. Pintu nadhar ini membawa kepada berwujud berbagai rupa paham diantara para ahli akal atau nadhar. Perselisihan yang terjadi karena berlainan nadhar ini, dibenarkan al-Qur'an asal saja tidak sampai kepada meniadakan sifat-sifat Tuhan, seperti yang diperbuat oleh golongan Mu'aththilah dan tidak sampai kepada menserupakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk, sebagai yang dilakukan oleh golongan Musyabbihah.

Para ulama salah mensifatkan tuhan dengan sifat-sifat yang tuhan sifatkan diri-Nya dengan tidak meniadakan-Nya, tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk dan tidak menakwilkannya. Para mutakalimin khalaf mensifatkan Tuhan dengan cara menakwilkan beberapa sifat yang menurut pendapat mereka perlu ditakwilkan. Golongan mutakalimin khalaf membantah ta'thil (meniadakan sifat Tuhan) dan membantah tamsil (menyerupakan sifat Tuhan dengan sifat rnakhluk).

Ringkasnya, para salaf beritikad sepanjang yang dikehendaki oleh lafadh. tetapi dengan mensucikan Allah dari serupa dengan makhluk. 4

4. Perhatikan uraian Dr. Muhammad al-Bahy dalam al-Janibul llahi.

4.4. Kedudukan Nadhar Dalam Islam

Dalam kitab Hawasyil Isyarat disebutkan, bahwa nadhar itu ialah menggunakan akal di sekitar masalah yang dapat dijangkau oleh akal (ma'qulat).

Para filosof bermufakat, bahwa nadhar itu hukum yang digunakan dalam mengetahui dalil. Alasan yang menegaskan bahwa nadhar ini sah dan menghasilkan keyakinan, ialah bahwa dalam alam ini terdapat kebenaran dan kebatalan. Manusia juga terbagi atas dua macam: Ahli hak dan ahli batal. Tidak dapat diketahui mana yang hak dan mana yang batal. kalau bukan dengan nadhar. Dengan demikian maka fungsi nadhar (penelitian) ialah untuk menjelaskan hal-hal yang gaib agar dapat dicerna oleh akal disamping menentukan mana yang benar diantara dua pendapat yang berbeda. Melalui nadhar, manusia bisa sampai pada pengetahuan yang meyakinkan. Untuk mengetahui mana yang hak dan mana yang batal. mana yang kufur dan mana yang iman, demikian pula untuk mengenal Allah dan Rasul-Nya lebih jelas haruslah melalui nadhar. Karena itu, bertaklid buta. Tidak mau lagi melakukan nadhar adalah keliru sesat dan menyesatkan. Dalam al-Qur'an cukup banyak dijumpai ayat-ayat yang memerintahkan untuk melakukan nadhar. Diantara-nya ialah:


Katakanlah ya Muhammad: "Lihatlah apa yang di langit dan di bumi; dan tidak berguna tanda-tanda dan peringatan-peringatan kepada kaum yang tidak beriman". (QS. Yunus (l0): 10l).


Mengapakah mereka tidak melihat kepada alam (malakut) langit dan bumi dan kepada apa yang Allah jadikan?. (QS. al-A'raf (7): 185).


Maka ambil ibaratlah wahai ahli akal. (QS. al-Hasyr (59): 2).


Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim bumi malakut (langit) dan bumi. (QS. al-An'am (6): 75).

Ayat-ayat tersebut diatas adalah nash yang tegas yang mendorong untuk melakukan nadhar terhadap segala maujud, dan menjadi nash yang tegas pula yang mewajibkan kita memakai qiyas 'aqli atau qiyas manthiqi dan sya'i. Ayat yang terakhir menerangkan, bahwa Allah telah nadhar kepada Ibrahim as.

4.5. Kedudukan Akal Dalam Pandangan Islam

Dalam kitab Hawasyil-Isyarat diterangkan bahwa akal itu, ialah tenaga jiwa untuk memahami mujarradat (sesuatu yang tidak dapat diraba atau dirasa dengan pancaindera). Kekuatan jiwa yang mempersiapkan untuk memikir (berusaha), dinamai dzihin. Gerakan jiwa untuk memikir sesuatu agar diperoleh apa yang dimaksudkan, dinamai fikir.

Tersebut dalam suatu kitab falsafah: "Akal itu suatu kekuatan untuk mengetahui makna mujarradat, makna yang diperoleh dari menyelidiki dan rupa-rupa benda". memperhatikan rupa-rupa benda". Al-Mawardi dalam A'lamun-Nubuwwah menulis: "Akal itu suatu tenaga yang memberi faedah bagi kita mengetahui segala yang menjadi kepastiannya". Ada pula yang mengatakan: "Akal itu kekuatan yang membedakan yang hak dengan yang batal".

Al-Mawardi membagi akal kepada: gharizi dan kasbi. Gharizi adalah pokok akal, sedang kasbi adalah cabang yang tumbuh daripadanya: itulah akal yang dengannya berpaut dan bergantung taklif dan beribadat. Adapun akal kasbi (akal muktasab), ialah akal yang digunakan untuk berijtihad dan menjalankan nadhar. Akal ini tidak dapat terlepas dari akal gharizi, sedang akal gharizi mungkin terlepas dari akal ini.

4.6. Martabat Akal Dalam Memahami Hakikat

Para hukama berpendapat bahwa manusia memahami hakikat dengan jalan: [1] dengan pancaindera, dalam hal ini manusia sama dengan hewan; dan [2] dengan akal (rasio).

Mengetahui sesuatu dengan akal hanya tertentu bagi manusia. Dengan akallah manusia berbeda dari binatang.

Orang yang telah biasa memperhatikan soal-soal yang ma'qulat (yang diperoleh melalui akal) nyata kepadanya kemuliaan dan keutamaan yang diketahuinya itu. Baginya terang pula bahwa yang diketahui melalui indera pemandangan akal sama dengan sesuatu yang masib kabur, dibanding sesuatu yang telah dapat dipastikan baiknya melalui akal. Inilah sebabnya Al-Qur'an dalam seruannya kepada mengakui ada-Nya Allah dari keesaan-Nya, membangkitkan akal dari tidurnya. Seruan yang begini, tidak dilakukan oleh umat-umat yang dahulu. sebagai yang sudah dibayangkan sebelum ini.

4.7. Bukti Kelebihan Dan Keutamaan Akal Atas Pancaindera

Para hukama telah membuktikan, bahwa akal lebih mulia dari pancaindera. Apa yang diperoleh akal lebih kuat dari yang didapati pancaindera.

Alasannya:

[1] Pancaindera hanya dapat merasa, melihat dan membaui.
[2] Akal dapat menjelaskan tentang adanya Zat Tuhan. sifat-sifat-Nya dan berbagai soal yang hanya bisa diperoleh melalui akal, dan berbagai macam pengetahuan hasil nadhar.
[3] Akal dapat sampai pada hakikat, sedang pancaindera hanya memperoleh yang lahir saja, yaitu yang terasa saja.
[4] Akal tidak berkesudahan, sedang pancaindera adalah berkesudaban (hiss).

4.8. Akal Pokok Pengetahuan

Al-Mawardi berpendapat, bahwa dalil itu, ialah sesuatu yang menyampaikan kepada meyakini mad-lul-nya. Dalil-dalil diyakini dengan jalan akal dan mad-lul-nya diyakini dengan jalan dalil. Tegasnya, akal itu menyampaikan kepada dalil; dia sendiri bukan dalil. Karena akal itu pokok segala yang diyakini, baik dalil maupun madlul. Mengingat hal ini dapatlah dikatakan, akal adalah pokok pengetahuan (al-'aqlu ummul 'ulum). Ilmu yang diperoleh daripadanya ialah pembeda kebenaran dari kebatalan; yang shahih yang fasid; yang mumkin dari yang mustahil.

Ilmu-ilmu yang diperoleh melalui akal, ada dua macam: Idthirari dan Iktisabi.

1. Ilmu Idthirari, ialah ilmu yang diperoleh dengan mudah, tidak perlu melakukan nadhar yang mendalam. Ilmu ini terbagi dua: [1] yang terang dirasakan; dan [2] berita-berita mutawatir.

Ilmu yang dirasakan atau yang diperoleh dengan hiss, datang sesudah akal, dan ilmu khabar mendahului akal.

Ilmu Idthirari ini, tidak memerlukan nadhar dan istidal; karena mudah diketahui. Khawwash dan 'awwam dapat mengetahuinya, ilmu yang diperoleh dengan jalan ini, tidak ada yang mengingkarinya.

2. Ilmu Iktisabi, ialah ilmu yang diperoleh dengan jalan nadhar dan istidal. Dia tidak mudah diperoleh. Ilmu inilah yang memerlukan dalil atau dimintakan dalilnya.

Ilmu Iktisabi ini terbagi dua juga:

- yang ditetapkan oleh akal (berdasarkan ketetapan-ketetapan akal).
- yang ditetapkan oleh hukum-hukum pendengaran (yang diterima dari syara').

Hukum-hukum yang ditetapkan berdasarkan akal terbagi dua pertama, yang diketahui karena mengambil dalil dengan tidak berhajat kepada dalil akal (nadhar); kedua, yang diketahui karena mengambil dalil dengan dalil-dalil akal.

Yang diketahui dengan tidak perlu kepada dalil akal (nadhar) ialah yang tidak boleh ada lawannya, seperti keesaan Allah. Dengan sendirinya akal dengan mudah mengetahui keesaan Tuhan itu. Yang diketahui dengan memerlukan dalil akal, ialah: yang boleh ada lawannya, seperti seseorang nabi mendakwakan kenabiannya. Ringkasnya mengetahui atau meyakini keesaan Allah tidak memerlukan akan akal; sebab dengan mudah akal dapat mengetahuinya. Adapun meyakini kerasulan seseorang rasul, memerlukan dalil akal.

Ketetapan-ketetapan yang berdasarkan hukum pendengaran, diterima dari Shahibisy Syari'ah, sedang akal disyaratkan dalam melazimi ketetapan-ketetapan itu, walaupun pendengaran tidak disyaratkan dalam soal-soal yang ditetapkan akal semata-mata.

Hukum-hukum yang ditetapkan oleh pendengaran ada dua macam: yakni: Ta'abbud dan Indzar. Ta'abbud mencakup larangan dan suruhan. Indzar, mencakup wa'ad dan wa'id.

4.9. Jalan Mengetahui ada-Nya Allah

Abu Haiyan mengatakan: Mengetahui ada-Nya Allah adalah daruri, jika ditinjau dari sudut akal, dan nadari dari sudut hiss pancaindera.

Ilmu adakala dituntut melalui akal, dalam soal-soal yang dapat dipikirkan (ma'qulat), adakala dituntut dengan hiss (pancaindera) dalam soal-soal yang dirasakan. Seseorang manusia bisa memikir, bahwa mengetahui ada-Nya Allah adalah suatu iktisab (hal yang diperoleh dengan jalan istidlal): karena hiss itu mencari-cari dan membolak-balikkan masalah dengan pertolongan akal. Dia dapat pula memikiri, bahwa mengetahui ada-Nya Allah, daruri; karena akal yang sejahtera menggerakkan manusia kepada mengakui ada-Nya Allah dan menyalahkan akal mengingkari-Nya.

Al-Farabi dalam al-Fushush (fash yang empat belas, menulis: "Anda dapat memperhatikan alam makhluk, kalau anda lihat tanda-tanda pembuatan. Tetapi juga anda dapat meninjau alam mahad (alam yang terlepas dari kebendaan), lalu anda yakini, bahwa tidak boleh tidak ada-Nya Zat. Dan dapat pula anda mengetahui betapa seharusnya sifat-sifat yang ada pada Zat itu. Kalau anda memandang alam maddah, berarti anda naik dan kalau anda memperhatikan alam mahad, berarti anda turun".

Cetak Kirim Kepada Teman

Arsip Pustaka Islam

Pustaka Islam tentang Tauhid lainnya :

Takut Kepada Allah

Taat Dan Cinta Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Allah SWT, Maha Tahu Atas Objek Yang Diketahui

Allah SWT, Maha Berkehendak Atas Apa Yang Wujud



Labels:

Tafsir Huruf-huruf terputus

Taman Al Qur’an

http://tamanqurani.wordpress.com/2007/06/30/tafsir-huruf-huruf-terputus/

Tafsir Huruf-huruf terputus

1. Dari Ali bin Hasan bin Ali bin Fadhal dari Bapaknya dari Imam Ridha as, beliau berkata : sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah swt agar makhluk-makhluknya mengetahui diri-Nya adalah tulisan huruf-huruf hijaiyah, karena sesungguhnya jika ada seserorang yang dipukul kepalanya oleh tongkat karena dianggap tidak fasih dalam berbicara, maka hukumnya, hendaknya dia dijelaskan tentang huruf hijaiyah kemudian diberikan diyat sebanyak yang tidak bisa dia pahami.

Dari Amirul mukminin, tentang huruf a, ba, ta, tsa, beliau berkata : alif adalah alaullah (keagungan Allah).

Ba adalah bahjatullah (kemuliaan Allah) (atau Al Baqi = keabadian dan badi’ = pencipta langit dan bumi).

Ta adalah tamamul amri (kesempurnaan urusan) pada keluarga Muhammad dan tsa adalah tsawab (ganjaran) bagi orang mukmin atas amalan-amalan shaleh mereka.

Jim artinya adalah jamalullah (keindahan Allah) dan jalalullah (Keagungan Allah)

Ha artinya hilm, kasih sayang Allah (hay = hidup, haq = yang maha benar, dan halim =lemah lembut) terhadap para pendosa.

Dal adalah dinullah (agama Allah) yang diridhai bagi hamba-hamba-Nya.

Dzal adalah dzil jalali wal ikram (yang memiliki keagungan dan kemuliaan)

Ra adalah ar rauf (lemah-lembut) dan ar rahim (penyayang).

Zay adalah zalazil (kehancuran) pada hari kiamat.

Sin adalah sanā (keluhuran) dan sarmadi (keabadian).

Syin adalah Sya’a kehendak Allah ketika Dia berkehendak. Dia berbuat sesuai kehendak-Nya. Tidak ada yang berkehendak kecuali sesuai dengan kehendak Allah.

Shad adalah shadiq (benar) dalam janji-janji-Nya kepada manusia dalam menyelamatkan orang-orang baik dari jembatan shirat dan mengadzab orang-orang zalim.

Dhad adalah menyesatkan orang-orang yang menentang Muhammad dan keluarga Muhammad saw.

Tha adalah thuba (kebahagiaan) bagi kaum mukminin dan sebaik-baik tempat kembali.

Dzha adalah dzhann (anggapan) kaum mukminin yang baik kepada Allah dan anggapan orang kafir yang buruk kepada Allah.

‘Ayn adalah alim (berilmu)

Ghayn adalah ghina (kekayaan) yang tidak ada keperluan lagi setelahnya.

Fa adalah faliq (yang menumbuhkan) biji-bijian dan fauj (yang cepat penyelamatannya) dari api neraka.

Qaf adalah Al Qur’an yang berasal dan dibacakan di sisi Allah.

Kaf adalah al kafi (yang maha mencukupi).

Lam adalah laghw (permainan) orang-orang kafir ketika berbohong atas nama Allah.

Mim adalah mulk (kerajaan) Allah pada hari kiamat pada hari tiada raja selain-Nya. Allah berfirman “Bagi siapa kerajaan pada hari ini?” kemudian para ruh, para nabi dan rasul berkata “hanya milik Allah Yang esa dan Maha Perkasa” maka Allah berkata “Pada hari ini setiap jiwa akan diberikan balasan sesuai dengan amalan mereka, tidak akan ada yang dizalimi pada hari ini, sesungguhnya Allah maha cepat hisabnya”

Nun adalah nawāl (pembelian Allah) dan nakāl (rencana) Allah bagi orang kafir.

Waw adalah wayl (neraka wayl) bagi orang yang menentang-Nya dengan siksa yang sangat pedih.

Ha adalah penghinaan Allah bagi yang menentang-Nya.

Lam alif adalah la ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah) itulah kalimat tauhid termurni. Barang siapa yang mengatakannya dengan penuh keikhlasan maka baginyalah syurga.

Ya adalah yadullah (tangan/kekuasaan) Allah atas hamba-hamba-Nya, memberikan rizki-Nya. Maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sekutukan.

Kemudian amirul Mukminin berkata : “Sesungguhnya Allah swt menurunkan Al Qur’an dengan huruf-huruf ini yang kesemuanya dipergunakan oleh orang-orang Arab, kemudian beliau menyebutkan firman Allah “Katakanlah wahai Muhammad, sekiranya seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat seperti Al Qur’an, maka kalian tidak akan pernah bisa membuatnya, walaupun mereka semua saling membantu”

1. Dari Husein bin Ali bin Abi Thalib as. : Seorang Yahudi mendatangi Nabi saw. Pada saat itu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as bersama Nabi. Yahudi itu berkata kepada Nabi saw : apa faedah dari huruf hijaiyah ? Rasulullah lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib as. “Jawablah” lalu Rasulullah mendoakan Ali “ya Allah, sukseskan Ali dan bungkam orang Yahudi itu” Lalu Ali berkata “Tidak ada satu huruf-pun kecuali semua bersumber pada nama-nama Allah swt” kemudian Ali berkata “Adapun alif artinya tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Kokoh, Adapun ba artinya tetap ada setelah musnah seluruh makhluk-Nya. Adapun ta, artinya yang maha menerima taubat, menerima taubat dari semua hamba-Nya, adapun tsa artinya adalah yang mengokohkan semua makhluk “Dialah yang mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia”

Adapun jim maksudnya adalah keluhuran sebutan dan pujian-Nya serta suci seluruh nama-nama-Nya. Adapun ha adalah Al Haq, Maha hidup dan penyayang. Kha maksudnya adalah maha mengetahui akan seluruh perbuatan hamba-hamba-Nya. Dal artinya pemberi balasan pada hari kiamat, dzal artinya pemilik segala keagungan dan kemuliaan. Ra artinya lemah lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Zay artinya hiasan penghambaan.

Sin artinya Maha mendengar dan melihat. Syin artinya yang disyukuri oleh hamba-Nya. Shad maksudnya adalah Maha benar dalam setiap janji-Nya. Dhad artinya adalah yang memberikan madharat dan manfaat. Tha artinya Yang suci dan mensucikan, dzha artinya Yang maha nampak dan menampakan seluruh tanda-tanda.

Ayn artinya Maha mengetahui hamba-hamba-Nya. Ghayn artinya tempat mengharap para pengharap dari semua ciptaan-Nya. Fa artinya yang menumbuhkan biji-bijian dan tumbuhan. Qaf artinya adalah Maha kuasa atas segala makhluk-Nya Kaf artinya yang Maha mencukupkan yang tidak ada satupun yang setara dengan-Nya, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan.

Adapun lam maksudnya adalah maha lembut terhadap hamba-nya. Mim artinya pemilik semua kerajaan. Nun maksudnya adalah cahaya bagi langit yang bersumber pada cahaya arasynya. Adapun waw artinya adalah, satu, esa, tempat bergantung semua makhluk dan tidak beranak serta diperanakan. Ha artinya Memberi petunjuk bagi makhluk-Nya. Lam alif artinya tidak ada tuhan selain Allah, satu-satunya serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Adapun ya artinya tangan Allah yang terbuka bagi seluruh makhluk-Nya”. Rasulullah lalu berkata “Inilah perkataan dari orang yang telah diridhai Allah dari semua makhluk-Nya”. Mendengar penjelasan itu maka yahudi itu masuk Islam.

Al Mukmin : 18.

Al Isra : 88

Ibrahim : 27

Categories:

« Membaca basmalah dalam shalat

tafsir huruf basmalah »

Bottom of Form

Kategori

Blogroll

Labels:

Zikir Nafas

Zikir Nafas
http://kembang-wali.blogspot.com/2007_01_01_archive.html


- Latih mematikan diri-(Mati Hissii)
- Latih pergerakan Allah-(memulangkan Zat,Sifat,Asma,Af’al Allah s.w.t)
- Latih Ilmu Allah-(Qudrat”Kuasa”,Iradat”berkehendak”,Ilmu”ilmu”,Hayat”hidup”)

Bagi kaum sufi, nafas adalah kembar bagi Ruh. Ruh adalah hakikat dan nafas adalah syariatnya di alam ini.Ruh ibarat kapal, ombak bagaikan nafas.Jika tenang ombak, tenaglah perjalanan kapal. Begitu juga Ruh, jika nafas seorang hamba tenang, maka ia memberi kesan pada ruhnya.

Kaum sufi amat mementingkan latihan pernafasan. Bila pernafasan elok, maka akan eloklah perjalanan ruh dengan Tuhannya. Emosi amat mempengaruhi pernafasan, baik ia dalam keadaan marah “stress” atau tenang.Jika seseorang itu berjaya mengawal emosinya.

Nafas adalah sumber kehidupan, tanpa nafas hancurlah kehidupan.Nafas adalah al-Hayat yang datang dari Tuhan, ia adalah rahsia Illahi.Para ulama sufi mengamalkan zikir nafas untuk pembersihan rohani, manakala para ahli “tenaga dalam” mengamalkan pernafasan untuk mengaktifkan tenaga ghaibnya sehingga dapat melakukan perkara yang luar kekuatan jasad.Kaum sufi menamakan iannya sebagai Nasma iaitu gabungan antara Ruh Jasmani dan jasad.

Zikir Nafas adalah merupakan bapa segala zikir.Zikir ini mempunyai banyak keistimewaan.Zikir Nafas ini ada pecahan dan rangkaiannya tersendiri.Pecahan zikir ini ialah zikir Nupus, Tanapas dan Ampas.

Keempat-empat perkara ini berkaitan diantara satu sama lain.Bermula nafas itu kerana ampas, dan hidup ampas itu kerana nupus, manakala hidup nupus itu dengan rahsia dan rahsia itulah merupakan (diri) rahsia Allah.Nupus,Ampas dan Tanapas itu adalah satu perkara yang ghaib, yang wujud tanpa dapat dirasa dan dilihat seperti mana nafas.Adalah tidak sedap membicarakan sesuatu yang tidak boleh dibuktikan dengan ilmu yakin, ataupun ainul yakin.Kerana ini boleh menimbulkan fitnah besar kepada pembicaranya kelak.Sudah menjadi ghalib manusia ia akan menolak sesuatu yang tidak tercapai oleh akal dan ilmunya, meskipun jalan paling baik jika ia terserempak dengan keadaan demikian ialah dengan mendiamkan diri (tawakuf) disamping belajar untuk memahaminya.

Kedudukan Ampas ialah dihidung.Tanapas ditelinga dan Nupus diJantung, manakala Nafas ialah dimulut.Ampas,Napas,Tanapas dan Nafus ini merupakan satu “kuasa” ataupun keadaan yang keluar masuk (bergerak) dalam tubuh seseorang manusia.

Tanapas ia bergerak di telinga,Nupus dijantung,Ampas di hidung sementara Nafas pula dimulut.Diantara keempat unsur ini,Nafaslah yang boleh dirasa dan disentuh serta mudah untuk diyakini (kalau kita membicarakan) kerana setiap orang boleh merasakan sengan perasaan zahir.Justeru itu dalam bab ini saya berminat untuk membicarakan Zikir Nafas sahaja.

Bila sebut Nafas orang tahu,iaitu angin yang keluar masuk daripada lubang hidung dan mulut (daripada luar tubuh kedalam tubuh)Kalau mengikut pengertian saintifik,udara yang keluar dari mulut atau hidung itu ialah karbondioksida yakni bahan “perkumuhan”, sementara yang disedut masuk itu pula ialah oksigen.Fungsi oksigen ini ialah untuk memutarkan darah dalam jantung, membolehkan nyawa bergerak.Oksigen itu disedut dari luar dimana ianya diproseskan oleh tumbuh-tumbuhan dan alam seluruhnya.

Mengikut kajian pakar 70% punca pesakit adalah berpunca dari ketidakstabilan emosi atau masalah psikologi.Justeru itu rawatan yang paling baik ialah membina motivasi seseorang itu kepada kekuatan dalaman.Tiada pembinaan yang paling baik melainkan mendekatkan manusia itu dengan RabbNya.

Zikir yang digabungkan dengan teknik pernafasan yang betul, atau disebut oleh ahli Tasauf sebagai zikir nafas, akan memberi kesan yang hebat. Imam Ghazali mengatakan zikir yang dilakukan dengan cara menahan nafas akan mempercepatkan proses penyucian hati (membakar mazmumah).

Pernafasan yang betul akan memaksimumkan penyerapan oksigen yang amat penting dalam kehidupan dan kesihatan manusia.Kekurangan oksigen menyebabkan seseorang terdedah kepada pelbagai penyakit seperti kanser,gangguan saraf, leukemia dan lain-lain.

Teknik Terapi Zikir pernafasan:

Perut dikempeskan se-kempes mungkin dan dikeraskan, agar energi yang dibangkitkan besar.

> Tarik napas dalam-dalam, dada digembungkan, perut dikecilkan, tahan selama beberapa detik agar diproses oleh paru-paru, dan lepaskan.

> Kemudian tarik napas kembali dalam-dalam, tahan selama beberapa detik, dan selanjutnya ...

> Lanjutkan terapi pernapasan dengan dada tetap digembungkan, dan perut tetap dikempeskan dan dikeraskan.
Menarik napas dengan membayangkan menghirup udara yang bersih dan sehat, lepaskan napas dengan membayangkan membuang penyakit, racun dan udara kotor.

Nafas ditahan agar proses biologis didalam paru-paru berlangsung sempurna, yaitu : oksigen yang diudara diserap oleh paru-paru ( secara maximal ) dan udara kotor beracun ( CO2 ) dilepaskan ke-udara untuk kemudian dibuang keluar saat melepaskan napas. ( Dengan bernapas biasa maka proses berlangsung tidak sempurna, karena belum sempat terjadi pertukaran secara lengkap, udara sudah dikeluarkan lagi dari paru-paru ).

Waktu ingin melakukan zikir nafas kita wajib memulangkan Zat, Sifat, Af’al kita kepada Zat, Sifat, Af’al Allah yang bererti memulangkan segala wujud kita yang zahir kepada wujud kita yang batin iaitu Ruh dan pulangkan wujud Ruh pada hakikatnya Wujud Yang Qadim Zat Allah jua.La maujud illaLlah yang bermaksud tiada yang ada di ala mini pada hakikatnya melainkan Allah jua.Hakikat nafi pada diri kita ialah la wujud(tiada yg wujud) , la qadir(tiada yg Maha kuasa) , la hayun, la muridun, la alimun(tiada yg Maha mengetahui) , la samiiun(tiada yg mendengar) , la basirun (tiada yg Maha melihat) , la mutakalimun fil haqiqah illaLah.

Berkata para Arifbillah, ”matikan diri kamu sebelum kamu dimatikan”.
Mati disini dibahagikan kepada tiga:

1) Mati Hissii iaitu seolah-olah sudah bercerai ruh dari jasad, tiada daya upaya walau sezarah jua pada hakikatnya hanya Allah jua yang berkuasa, kemudian dimusyahadahkan didalam hati dengan menyaksikan kebesaran iaitu sifat Jalal dan JamalNya dan kesucianNya.

2) Miraj iaitu selepas sempurna mematikan diri kita hendaklah malakukan miraj ertinya iaitu menaikkan nafas kita malalyui alam “Qaba pasain au adna” iaitu antara kening merasa penuh limpah dalam alam Qudus iaitu dalam benak kepala kita hingga hilang segala ingatan yang lainnya.Ia dinamakan mati ma’nawi iaitu hilang segala sesuatu didalam hatimu melainkan hanya berhadapan pada Allah jua.

3) Mati segala usaha ikhtiar segala daya upaya diri kita hanya kita mendirikan sembahyang dengan melihat pada matahatinya dari Allah,degan Allah dan untuk Allah.Dari Allah mengerakkan Ruhaniah,dari ruhaniah mengerakan Al-Hayat, dari Al-Hayat menggerakkan nafas dan dari nafas menggerakkan jasad dan adalah pada hakikatnya itu Allah jua yang menggerakkan sekaliannya sebagaimana firmaNya: “Dan tiadalah yang melontar oleh engkau ya Muhammad ketika engkau melontar tetapi Allah yang melontarnya…”.Pada pandangan dzahirnya perbuatan hamba tetapi pada pandangan matahati perbuatan Allah jua.

Zikir nafas ini adalah besar faedah.Dengan melakukan zikir nafas sahaja ia boleh memecahkan ketulan darah hitam yang berada dihati yang dianggap sebagai istan iblis itu.Selagi istana Iblis tidak terpecah dan hancur musnah Nur Qalbi sebagai penyuloh lampu ma’rifat yang diharapkan itu tidak mungkin diperolehi.Nur itu tidak akan bersinar menyuloh kegelapan dalam diri.Kalau pun ia menyala tetapi cahayanya tidak telus.

Mengenal Diri

Sabda Rasulallah saw:
MAN ARAFA NAFSA FAQAD ARAFA RAB’BAH WAMAN ARAFA RAB’BAH FASADA JASAD.
“Sesiapa yang mengenal dirinya,tentu dia mengenal Tuhannya dan sesiapa yang mengenal Tuhannya, maka binasalah dirinya.”

Firman Allah swt:
“Dari Allah kau datang kepada Allah kau dikembalikan”(al-Baqarah:156)

Apabila Ruh diturunkan kebumi, ia berhajat kepada Sifat Iftiqar Allah untuk berfungsi di atas muka bumi ini..Jika tiada Sifat Iftiqar,Ruh tidak berfungsi.Ini disebabkan ia memiliki sifat yang suci dan tinggi.Ia tiada pengetahuan dan kehendak terhadap alam yang rendah (dunia).Oleh itu, ia perlukan Sifat Iftiqar untuk melaksanakan tugas khalifah, untuk kehidupannya dan dunia.

Empat Sifat Iftiqar: Sifat Qudrat, Hayat, Iradat, Ilmu.

Sebelum Ruh dimasukkan ke dalam jasad,Allah melapisi Ruh Al-Qudsi dengan lapisan-lapisan sampai kealam “Mulkiah” yang disebut “Qiswah Unsuriah” iaitu alam Jabarut, alam Malkut dan alam Mulki kerana kekuatan Ruh Al-Qudsi boleh menghancurkan jasad, sebagaimana cahaya matahari yang dihalangi cahayanya bumi dengan pelbagai lapisan agar tidak terbakar bumi ini kerana kepanasannya.

-ALLAH swt-RUH YANG SUCI Firman Allah swt: (“Lalu kutiupkan Roh-Ku dalam tubuh manusia.”Al-Hijr:29)

-1) QUDRAT (Kuasa): iaitu dinyatakan pada (RUH JASMANI) dan diletakkan dalam jasad.Ruh memerlukan jasad untuk bergerak di atas muka bumi.(NASMA “fizikal”: kuasa batin yang hebat). TANAH: tubuh badan-istana hakikat.

-2) ILMU (ilmu): ianya dinyatakan pada (RUH SULTANI) dan menjadi akal apabila digabungkan dgn unsur air dan diletakkan pd otak.Ruh tidak akan dapat berfikir untuk kehidupan didunia tanpa ilmu bangsa dunia.(AIR: akal- ilham,laduni pandangan tajam hikmah).AIR: otak-istana syariat.

-3) HAYAT (hidup): ianya dinyatakan pada (RUH AL HAYAT) dan menjadi nafas apabila bergabung dgn udara.Ruh memerlukan nafas untuk berhubung dgn nafas.(NAFAS: menstabilkan emosi,akal,kesihatan dan perjalanan Ruh). ANGIN,udara:sistem pernafasan-istana tarikat.

-4) IRADAT (berkehendak): ianya dinyatakan pada (RUH SAIRANI RAWANI) dan menjadi nafas apabila digabungkan dgn unsur api dan diletakkan dijantung/qalbi.Ruh memerlukan nafsu yg bangsa dunia untuk memakmurkan dunia.(NAFSU: ketenangan,kasyaf,asyik,cinta,rindu,syuhud,makrifat) API: jantung-istana makrifat.Syaik Abdul Qadir Jailani:Di dalam Kitab Sirrul Asrar:Ruh adalah hakikat diri manusia yang sebenar.Ruh adalah Nur cahaya yang tinggi yang dibaluti dengan beberapa lapisan pakaian sebelum diturunkan ke alam dunia ini agar jasad tidak terbakar.

“Manusia itu rahsiaku dan Aku adalah rahsia manusia.”(Hadis Qudsi)

Setiap Ruh mempunyai tempat di daerah ketika ia berada dalam jasad.Setiap insan wajib mengetahui bagaimana mahu mengolah setiap lapisan tersebut agar tersingkap baginya rahsia.

Kenali dirimu dengan merenungkan kedalam dirimu nescaya engkau akan mengenali Tuhanmu tanpa huruf,suara,tanpa dalil dan perantaraan.

Galillah rahsia alam dirimu sendiri sehingga berjumpa dengan air dari alam Malakut,alam Jabarut dan akhirnya Lahut, nescaya kamu akan dapat menyaksikan kembali bagaimana dirimu berhimpun dan bertasbih di alam Lahut serta menyaksikan bagaimana dirimu bersaksi akan diri KeTuhanan sebagaimana firmannya: ”Adakah Aku Tuhan Kamu,(Ruh menjawab) Bahkan!Kami menyaksikan.”(al-Araf:172)

Sesiapa yang sampai kealam ini, ia mengambil ilmunya terus dari Allah tanpa perantaraan iaitu ilmu laduni.Di alam ini, ia beribadah dari Allah, dengan Allah dan untuk Allah.Pandangannya sentiasa melihat pada dua alam, melihat diriNya di alam zahir iaitu Af’al,Sifat dan Asma, bermusyahadah dengan ZatNya di alam lahut.Adakala mereka itu fana (lebur) penglihatan di alam ini ketika mentajallikan rahsiaNya sehingga tiada yang dilihat melainkan Allah swt.

Siapa yang benar mengenal dirinya, akan binasalah dirinya, tenggelam ia dalam lautan kefakiran, tenggelam ia dalam lautan ketiadaan keAkuan.

Didalam kitab Kasaful Asrar dinyatakan bahwa wujud insan adalah bayang-bayang kepada wujud Tuhan.Tiada akan wujud bayang-bayang ini jika tiada yang empunya bayang-bayang, tidak bergerak bayan-bayang melainkan bergeraknya tuan empunya bayang-bayang.

Apabila kamu memandang diri kamu, memandang kewujudan dirimu, maka kamu wajib memahami bahwa kamu ada pemiliknya.Wujud kamu menyatakan wujud diri-Nya.Dia ghaib dan kamu nyata, Dia hakikat dan kamu syariat, Dia adalah wujud dan kamu adalah bayang bagi wujud-Nya.Lihatlah diri kamu lagi,pandanglah segala sifat yang ada pada diri kamu,lihatlah matamu,lihatlah telingmu, lihatlah mulutmu,lihatlah akalmu,lihatlah gerak diammu,lihat rasa hatimu.Semuanya tidak lain melainkan kenyataan sifat-sifat-Nya.

Semoga hati kita tidak dibutakan sama sekali, sehingga tidak mengenal Diri-Nya, yang meskipun Al-Ghaib tetapi sangat dekat sekali, bahkan lebih dekat Dia bila dibandingkan dengan urat nadi yang ada di lehernya sendiri.Bererti lebih dekat Dia meskipun dibandingkan dengan keluar masuknya nafas dalam dada.

Maka firman-Nya yang memutuskan:

“Barang siapa yang hidupnya sekarang ini (di dunia) buta (mata hatinya tidak mengetahui keberadaan Diri Tuhannya yang dekat sekali dan Wajib Wujud-Nya), maka kelak di akhirat juga akan lebih buta dan lebih sesat jalannya.”(Al-Isra:72)

Tauhidul Af'al (Ke-Esa'an Perbuatan)

Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam ini pada hakekatnya adalah Af'al (perbuatan)Allah s.w.t.Yang terjadi di alam ini dapat digolongkan pada dua golongan.

1) Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti iman dan taat.

2) Buruk pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti kufur dan maksiat.Dikatakan ini buruk pada bentuk kerana adanya ketentuan hukum/syarak yang mengatakan demikian.Dikatakan baik pada pengertian isi (hakikat) kerana hal itu adalah sutu ketentuan dan perbuatan dari pada Allah Yang Maha Baik.Maka "kaifiat" cara untuk melakukan pandangan (syuhud/musyahadah) sebagaimana dimaksudkan diatas ialah:"Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah ditanggapi oleh hati bahwa semua itu adalah Af'al (perbuatan) dari pada Allah s.w.t."Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertakan "yang lain dari pada Allah" di dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.Misalnya si A bekerja untuk mencari makan atau memberi makan anak-anaknya maka si A tergolong dalam pengertian "yang lain dari pada Allah" dan juga dapat dianggap "ikut serta dalam proses memberi makan anaknya.Fungsi si A dalam keterlibatan ini hanya majaz (bayangan) saja, bukan dalam arti hakiki.Kerana menurut pengerti hakiki yang memberi makan dan minum pada hakikatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur'an Surah:

“Dialah (Allah) yang memberi makan dan minum kepada saya.” (As-Syu'ara ayat 79.)

Segala macam perbuatan (sikap laku) apakan perbuatan diri sendiri ataupun perbuatan yang terjadi di luar dirinya, adalah termasuk dalam dua macam pengertian.Pengertian pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian kedua dinamakan TAWALLUD.Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu sama lain.Contohnya adalah sebagai berikut:

1) Gerak pena ditangan seorang penulis, ini dinamakan MUBASYARAH (terpadu) kerana adanya "perpaduan" dua kemampuan kodrat yaitu kemampuan kodrat gerak tangan kemampuan kodrat gerak pena.

2) Gerak batu yang lepas dari tangan pelempar.Hal ini dinamakan TAWALLUD (terlahir) kerana lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu adalah kemampuan kodrat gerakan tangan.Namun pada hakekatnya, kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan Tawallud) adalah Af'al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil nas Al-Qur'an:(WALLAHU KHOLAQAKUM WA MA TA'MALUN)Artinya:Allah yang mencipta kamu dan apa yang kamu lakukan.Apa-apa juga yang dilakukan oleh hamba,perkataan,tingkah laku,gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu,Qoda dan Qadar/Takdir Allah s.w.t.Firman Allah di dalam Al-Quran:(WA MA RAMAITA IDAZ RAMAITA WALAKINNALLAHURAMA)Artinya:Tidaklah anda yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah yang melepar ketika anda melempar.(LA HAULA WA LA QUWWATA ILLA BILLAHIL ALIYYIL AZHIEM)Artinya:Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.

Hadis Rasullah s.a.w.(LA TATAHARRAKU DZARRATUN ILLA BI IDZNILLAHI)Arinya:Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.Atas dasar pandangan (musyahadah) inilah, maka Nabi s.a.w. tidak mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti beliau.Apabila anda tetap selalu atas pandang (musyahadah) Tauhidul-Af'al dengan penuh yakin (tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya syirik-khofi sebagaiman tersebut di atas.Sehingga akhirnya anda akan dapat menyaksikan dengan jelas bahwa segala yang berupa UJUD MAJAZI (ujud bayangan) ini, lenyap dan hilang sirna, dengan NYATANYA NUR UJUDULLAH yang hakiki.Apabila secara terus menerus anada latih dengan pandangan musyahadah demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandangan lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pada suatu makom (tingkatan) yang di namakan MAQOM WIHDATUL AF'AL.Pada tingkatan ini bererti fana (lenyap) segala perbuatan makhluk, perbuatan anda sendiri atau perbuatan yang lain dari anda kerana "nyatanya" perbuatan Allah Yang Maha Hebat.

Tauhidul Asma (Ke-Esa'an Nama Allah s.w.t.)

Kafiat (cara-cara) memusyahadahkan tentang keEsaan nama-nama Allah s.w.t. adalah sebagai berikut:"Pandang dengan mata kepala kita lalu syuhud (pandang) dengan matahati, bahwa segala nama apapun juga pada hakikatnya kembali kepada sumbernya ialah nama Allah s.w.t."Alasanya ialah, bahwa nama apapun juga yang ada di dalam alam ini tentu ada yang memberi nama (ujud musamma).Dalam arti hakiki sudah jelas bahwa "tidak ada yang maujud/diadakan kecuali Allah."

Firman Allah swt:
“Tiap sesuatu itu “halikun” (maujudnya) bukan di atas wujud yang sebenar) kecuali (setiap sesuatu itu) wajah Allah semata-mata.”(28:20:88)Segala yang maujud (yang diadakan) pada hakikatnya hanyalah khayalan(kosong) atau waham (sangkaan) belaka, bila dinisbahkan (dibandingkan) dengan UJUD ALLAH.Contoh yang dapat kita kemukakan, misalnya sekeping kaca yang tembus warnanya, lalu diwarnakan dengan bermacam-macam warna.Kemudian diletakkan di bawah cahaya matahari, tentu akan terlihat beraneka warna pada bumi sebagaimana warna yang tercantum pada kaca tadi.Disitu dapat terlihat jelas bahwa cahaya matahari tidak terpisah cerai dengan zat matahari sendiri dan tidak pula berpindah cahaya matahari itu tadi.Adanya bermacam warna pada bumi menunjukkan keEsa'an matahari.Maha suci Allah dari contoh dan misal,maka pahamilah dengan kata-kata yang baik dan sempurna, semoga anda dapat memahaminya dengan kasih sayang Allah s.w.t. dan dapat sesuai dengan maksud yang sebenarnya.Andai kata telah berhasil pada makom (tingkatan) ini lalu kemudian TAJALLI HAK TA'ALA (nampak nyata kebenaran Allah Ta'ala) bagi kita dari celah-celah dinding mazhar (kenyataan) ini dengan dua macam nama (isim) maka semua yang berupa mashar tersebut lenyap sirna didalam keEsa'an (ahadiyat) Allah s.w.t.Apabila TAJALLI ALLAH TA'ALA (nampak nyata) dengan asmaNya/ nama-namaNya ZHOHIRUN terhadap hambaNya,niscaya si hamba itu akan dapat melihat bahwa segala akwan (kejadian) semua ini adalah KEBENARAN ALLAH,sepanjang pengertian bahwa zohir akwan itu adalah dengan ZOHIRNYA ALLAH.Berdirinya akwan itu dengan nyatanya qoyyumiyahNya (sifat qiyamuhu ta'ala binafsi) berdiri Allah dengan sendiriNya dan KEKALNYA ALLAH s.w.t. Kerana tidak akan mungkin bagi akwan ini ada dengan sendirinya.Dan tidak akan mampu si hamba membedakan satu persatu segala akwan ini.Jelasnya hanya pada suatu pengertian bahwa makhluk ini hanya sekedar mazhar/sandaran semata-mata.Si hamba dapat memandang (musyahadah) bahwa Allah adalah hakikat segala sesuatu sebagaimana yang difirmankan oleh Allah didalam al-Qur'an:"FA AINAMA TUWALLU FASTAMMA WAJHULLAHI"Artinya:Kemanapun kamu mengadap, disanalah Ujud Allah.Maksudnya, kemanapun dan dimanapun akal, hati dan roh ini berhadapan disanalah adanya Allah s.w.t.Makom tauhidul asma ini merupakan makom yan kedua daripada makom orang-orang Arifin yang dianugerahkan Allah Ta'ala kepada orang yang salik atau kepada orang lain seperti orang yang majzub.Makam inilah merupakan natijah iaitu faedah yang diperolehi dan juga merupakan lanjutan makom yang pertama, makom bagi orang yang sentiasa memandang wahdatul Af'al. Makom tauhidul asma inilah yang menyampaikan anda kepada makom yang seterusnya iaitu "Tauhidul Sifat", makom yang ketiga daripada orang-orang A'rif.

Tauhidus Sifat (Ke-Esa’an Sifat Allah swt)

Bab yang ketiga ini menerangkan tauhidus sifat yang bermaksud mengesakan Allah Taala pada sifat yang berdiri pada zat-Nya: iaitu memfanakan segala sifat makhluk sama ada sifat dirinya atau yang lain, di dalam sifat-sifat Allah. Kaifiatnya ialah anda memandang dan musyahadah dengan mata hati dan beriktikad bahwa segala sifat yang berdiri pada zat-Nya seperti semuanya itu sifat-sifat Allah Taala. Hal ini demikian kerana tidak ada zat yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut pada hakikatnya melainkan Zat Allah Taala jua. Di adakan sifat-sifat ini pada makhluk, atas sekadar pinjaman (majaz) dan bukan pada hakikatnya.Cuma sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat Allah Taala jua.Apabila sudah tahkik pandanganmu dengan keadaan demikian, nescaya segala sifat makhluk fana dalam sifat-sifat Allah Taala, hamba itu tidak mendengar melainkan dengan pendengaran Allah Taala, hamba itu tidak melihat melainkan dengan penglihatan Allah Taala, hamba itu tidak tahu melainkan dengan pengetahuan Allah Taala, hamba itu tidak hidup melainkan dengan hayat Allah Taala, hamba itu tidak berkata-kata melainkan dengan perkataan Allah Taala, dan begitulah seterusnya dengan sifat-sifat-Nya yang lain. Dalil yang menunjukkan bahwa hamba tidak mempunyai sifat-sifat tersebut dan yang ada pada hamba itu muzhar sifat-sifat Allah Taala ialah sebagaiman firman Allah Taala, dalam hadis Qudsi:Erinya: ”Tidak menghampiri orang-orang yang menghampiri diri pada-Ku umpama mengerjakan apa yang Aku fardukan ke atas mereka dan sentiasalah hamba-ku berdamping diri kepada-Ku dengan mengerjakan ibadat sunat hingga Aku kasihkan dia. Maka apabila Aku kasihkan dia, nescaya adalah Aku pendengarannya yang ia mendengar dengan Dia, pertuturan lidahnya yang ia bertutur dengan Dia, penampar tangan yang ia menampar dengan Dia, berjalan kakinya yang ia berjalan dengan Dia, dan fikiran hatinya yang ia berfikir dengan Dia.”Kaifiat mentajalli sifat Allah Taala ialah memandang hak Taala, bahwa hamba yang mendengar itu dengan Allah Taala, maka segala keadaan yang didengar oleh hamba fana bersama diri-Nya.Apabila telah tetap mentajalli sifat mendengar itu dalam hati, maka akan melihat sifat yang lain pula sehingga habis satu persatu seperti sifat Basar, Kalam, Ilmu dan Iradat. Anda juga akan melihat hamba itu tidak melihat dirinya bersifat demikian yang hanya menerima daripada sifat-sifat Allah Taala jua.Apabila semua sifat yang lain terhapus, maka tajalli pula sifat-sifat Allah Taala ke atas kita dan kita akan melihat, hamba itu yang bersifat Haiyun (hidup).Apabila sifat Hayat itu Fana daripada diri,ternyatalah bahawa tidak ada yang hidup melainkan Allah Taala.Apabila anta telah berhasil memperolehi makam fana, ketika itu jadilah kita baqa bisifatillah (kekal dengan sifat-sifat Allah). Ketika itu juga, kita memperoleh kemenangan kerana dapat mengenal-Nya dengan pengenalan yang layak dan sempurna.Oleh itu jadilah kita ketika itu fana fisifatillah (terhapus dalam sifat-sifat Allah) dan baqa bisifatillah.Ketika itu juga,Allah Ta’ala akan memberitahu kepada kita segala rahsia sifat-Nya yang mulia.Kesimpulannya, makam tauhidus sifat inilah makam yang tetap dan teguh. Apabila sudah habis mentajallikan semua sifat itu di dalam hati, maka dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepadanya pada masa itu kekuatan yang dapat menanggung tajalli zat jika dikehendakinya.Makam inilah yang akan menyampaikan orang yang Arif itu kepada makam yang di atasnya iaitu makam tauhiduz zat, makam yang keempat daripada semua makam orang-orang Arif. Tauhiduz Zat (Mengesakan Zat)

Kafiat mengesakan Allah Taala pada zat itu ialah melihat dengan mata kepala dan mata hati, sesungguhnya tidak ada yang maujud dalam wujud ini hanya Allah Taala saja.Cara ini dilakukan dengan menfana’kan kesemua zat kita dan zat yang lain daripada zat kita (segala makhluk) di bawah Zat Allah Taala.Atau dengan kata lain, tidak ada yang maujud melainkan Allah Taala sendiri yang wujud dan wujud yang lain selain Allah Taala.Oleh itu, wujud yang lain itu bukanlah maujud dengan sendirinya, hanya ia maujud dengan Allah Taala itu qaim (berdiri) dengan wujud Allah Taala dan ia tidak qaim dengan sendiri.Oleh itu wujud yang lain daripada Allah Taala itu adalah khayalan berlaka.Ini bererti ia ditempatkan pada yang sudah maklum iaitu pada tempat yang diadakan dan waham (sangkaan dan batal) yang dinisbahkan kepada wujud Allah Taala.

Tujuh Tingkatan Nafsu

Firman Allah swt: “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu .Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu”.(A-Baqarah:54)

Maksudnya , yang dibunuh adalah watak akunya nafsu, supaya si nafsu menjadi patuh dan tunduk mengikut hati nurani, ruh dan rasa dekat kepada-Nya.
Melahirkan manusia yang hanya (mempunyai) ilmu semata-mata tanpa disertakan kebersihan rohani akan membawa kepada keegoan dan perdebatan yang tiada habisnya.

Adapun tujuh nafsu beserta tenteranya adalah sebagai berikut:

1)Nafsu Amarah.Letaknya didada agak sebelah kiri.Tenteranya senang berlebihan,dengki,dendam,iri hati,sombong,riyak,takabbur,suka marah, dan akhirnya tidak mengenal Tuhannya.(Yusuf:53) ”Sesungguhnya jiwa (manusia) menyuruh berbuat kejahatan rendah.”

2)Nafsu Lawwamah.Letaknya ada di dalam hati sanubari di bawah susu yang kiri kira-kira dua jari.Tenteranya:Ujub,senang di puji,memuji diri, menunjuk, khianat,menganiaya,bohong.Allah menyebut jiwa ini di dalam Al-Qur’an surah Qiyamah ayat 2,”Dan Aku bersumpah demi jiwa yang mencela.”

3)Nafsu Mulhimah.Tempatnya kira-kira dua jari kearah susu yang kanan dari tengah dada.Tenteranya, suka memberi,sederhana,menerima apa adanya, belas kasih, lemah lembut, merendah diri, taubat, sabar dan tahan menghadapi kesulitan serta siap menanggung betapa beratnya melaksanakan kewajipan.Allah menyebut jiwa ini di dalam Al-Qur’an surah Al-Syam ayat 7-8,”Demi diri (manusia) dan yang menyempurnakannya (Allah).Lalu diilhamkan (Allah) kepadanya mana yang buruk dan mana yang baiknya.”

4)Nafsu Muthmainnah.Tempatnya dalam rasa kira-kira dua jari kea rah susu kiri dari tengah dada.Tenteranya:Senag sedekah,tawakkal,senag ibadah,senang bersukur kepada Tuhan,rida kepaha hukum dan ketentuan Allah dan takut pada Allah. Allah menyebut jiwa ini di alam Al-Qur’an surah Al-Fajr ayau 27, ”Hai jiwa yang tenang.”

5)Nafsu Radhiyah:Tempatnya dalam rasa, dalam hati nurani dan seluruh jasad.Tenteranya:peribadi yang mulia,zuhud,ikhlas,wara,ridha,menepati janji.Allah menyebut jiwa ini di dalam Al-Qur’an surah Al-Fajr ayat 28,”Kembalikanlah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha.”

6)Nafsu Mardhiyah.Tempatnya di alam yang samar, mengarah kira-kira dua jari ketengah dada.Tenteranya:Baik budi pekerti, bersih dari segala dosa makhluk, rela membantu kesusahan makhluk,senang mengajak dan memberi pandangan kepada ruhnya makhluk.Allah menyebut jiwa ini di dalam Al-Qu’an surah Al-Fajr ayat 28, “Dan di redhaiNya.”

7)Nafsu Kamilah.Letaknya mengarah kedalam dada yang paling dalam.Tenteranya:ilmu yakin dan haqqul yakin.Allah menyebut jiwa ini di dalam Al-Qur’an surah Al-Fajr ayat 29-30,”Masuklah dalam golongan hamba-hambaKu dan masuklah kedalam syurgaKu.”