Monday 27 August 2007

7.Akidah sebuah agama

Kata Pengantar

http://al-shia.com/html/id/shia/aqaeid-shia/01.htm

Akidah sebuah agama

Akidah sebuah agama merupakan dasar dan pondasi agama tersebut. Segala tuntunan, anjuran, perintah, dan larangan-Nya berdiri tegak dengan berlandaskan kepada-Nya. Semakin kuat dan kokoh pondasi dan dasar tersebut, pribadi Mukmin akan semakin mantap dan lebih siap untuk menapaki jalan kesempurnaan-Nya.

Kerusakan Akidah merupakan sumber dan penyebab kerusakan di bidang etika (akhlak), sosial, politik, dan budaya. Untuk membendung dan melenyapkan kerusakan-kerusakan di bidang-bidang tersebut haruslah dimulai dari pembenahan kembali terhadap Akidah. Pengenalan yang valid dan benar terhadap eksistensi manusia, permulaan dan akhir dunia, para delegasi Tuhan, nama-nama (asmâ’)-Nya, tempat tinggal (pesanggerahan) terakhir manusia dan lain sebagainya, jika semuanya ditopang dengan keimanan yang kokoh, akan terciptalah penyerahan murni dan seutuhnya terhadap segala titah Tuhan yang telah sampai kepada manusia melalui para nabi-Nya yang suci.

Atas dasar ini, adanya pelajaran tentang Akidah dan penyajian-Nya melalui buku-buku yang berkualitas, simpel dan hangat (aktual) untuk para remaja tumpuan maysarakat dirasakan sangat urgen sekali.

Buku ini, bertujuan untuk memnuhi hal tersebut, dan disusun atas permintaan Markaz-e Jihani-e Ulume Islami (Pusat Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Internasional) di kota Qom, Iran, untuk 4 sks pelajaran Akidah di tingkat Karshenâsi Ma’âref-e Eslâmi (setingkat S1). Dan oleh karena buku ini digunakan sebagai buku studi di kelas, kami memberinya judul Dars-nâmeh-ye Aqâ’id (Buku Panduan Akîdah).

Beberapa poin penting tentang buku ini;

1. Buku ini tidak memuat argumentasi-argumentasi rumit yang biasa dijumpai dalam kitab-kitab Kalâm, karena buku ini sengaja disusun untuk bahan pelajaran Akidah di tingkat dasar (untuk para pemula) di mana obyek utamanya adalah para remaja yang belum membekali diri atau belum mengenal ilmu-ilmu logika atau filsafat.

2. Pelajaran Akidah dapat diterangkan melalui tiga langkah;

a. Penjelasan dan pemaparan kajian.

b. Pemberian argumentasi (burhân).

c. Pemberian jawaban terhadap sangkalan dan kritikan.

Pembahasan buku ini lebih menitik beratkan pada langkah pertama. Yaitu pemaparan dan penetapan singkronisasi Akidah dalam agama, kendati pada berbagai kesempatan, kami juga menerapkan langkah ketiga dengan membawakan dalil serta argumen yang definitif dan gamblang.

3. Salah satu ciri khas dari buku yang menjelaskan Akidah Islam menurut mazhab Syi’ah ini adalah penjelasan yang ada di dalamnya ditopang oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Karena sejak awal, buku ini disusun untuk mengajarkan Akidah dengan panduan dari kitab paling terpercaya, dan berupaya mengakrabkan para pembacanya kepada kandungan dan isi Al-Qur’an.

4. Buku ini dimulai dengan pendahuluan yang kajian di dalamnya lazim dipahami, khususnya pada era ini – kendati pembahasan tersebut jarang dijumpai dalam buku-buku Akidah dan Kalâm yang lain –.

5.Untuk mempermudah pemahaman dan mengingat kajian yang telah dibahas, kami telah menyusun ringkasan yang berada di akhir setiap pasal.

Kami merasa wajib berterima kasih kepada segala pihak yang telah banyak membantu kami dalam penyusunan buku ini, terlebih kepada Hujjatul Islam wal muslimin Rahîmiyân, Pengurus Daftar Penelitian dan Penyusunan Buku-buku Pelajaran, Hujjatul Islam va muslimin Mustaufâ, dan juga Saudara Baba`î, Husainî serta kepada Pusat Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Internasional.

Kami juga meminta ma’af kepada para pembaca budiman atas kekurangan yang ada, dan kami mengharap do’a Anda sekalian supaya kami dapat mengabdi lebih besar lagi terhadap Islam dan muslimin.

Dan kami berharap semoga Allah SWT dengan perantara keutamaan para Wali pilihan-Nya senantiasa menganugerahkan keikhlasan dan selalu menjaga kami dari penyimpangan dan penyelewengan, baik dalam ucapan maupun dalam tindakan, dan semoga Ia tetap memberikan taufik-Nya kepada kami untuk berkhidmat kepada ilmu dan Islam, dan semoga karya yang tak seberapa ini diterima di sisi-Nya dan menjadi bekal kelak dikemudian hari.

Ali Syirwani

Qom - Hauzah Ilmiyah

Jumat 9-3-1376 Syamsiyah

Ucapan Terima Kasih

Seperti mimpi rasanya kami telah berhasil menerjemahkan buku ini. Kesibukan belajar di Hauzah dan aktifitas keorganisasian di Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) di kota suci Qom, merupakan hal yang membuat kami pesimis akan hal tersebut.

Kami merasa perlu berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penerjemahan buku ini, terutama kepada Saudara Nasir Dimyathi, Imam Ghazali, Iwan Setiawan, Musa Syahab, dan rekan-rekan seperjuangan dalam menimba ilmu Ahlul Bayt di kota Qom, serta Yayasan Pesantren Islam (YAPI) di Bangil, dan seluruh ustadz yang ada di sana, khususnya Ustadz Muhammad Bin Syeikh Abu Bakar. Tak lupa kami juga wajib berterima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Sya’roni dan ibu Saliah yang senatiasa mendoakan kesuksesan kami.

Qom, 23 Oktober 2002

M. Sirojuddin Sya’roni

PENDAHULUAN

Dalam buku ini kita akan membahas Akidah Islam melalui kaca mata Syi’ah Imamiyah. Unsur-unsur pokok Akidah – yang harus diketahui dan diyakini oleh setiap pribadi Mukmin ini – disebut Ushûluddîn (poko-pokok agama), sedang ilmu yang membahas, mengupas dan yang membelanya dinamakan dengan ilmu Kalâm.

Oleh karena itu, sebelum masuk pada inti pembahasan, sangatlah urgen sekali kita bawakan beberapa pembahasan pendahuluan mengenai ilmu Kalâm dan agama (Dîn).

Ilmu Kalâm

Ilmu Kalâm bukanlah milik agama Islam semata, akan tetapi agama-agama lain pun memiliki pembahasan serupa. Hanya saja, dalam buku ini, kita hanya akan membahas tentang Kalâm Islami. Oleh karena itu, di mana pun didapati kata “Kalâm” di dalam buku ini, maka yang dimaksud adalah Kalâm Islami, bukan yang lain.

Tugas-Tugas Ilmu Kalâm

Ilmu Kalâm memiliki tiga tugas utama:

Pertama, memaparkan Akidah sebuah agama. Hal ini disebabkan Ushûluddîn yang tertera dalam Al-Qur’an dan sabda-sabda nabi serta para Imam as, belum tersaji secara klasik dan tematik, sehingga setiap orang dengan mudah dapat memahami dan membetot Akidah dari sumber-sumber di atas tadi.

Al-Qur’an selain membahas masalah Akidah, juga membahas masalah-masalah lain, seperti politik, sejarah, sosial, budaya, masalah-masalah personal, hak-hak, fiqih, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penyimpulan dan penataan setiap kajian dan pembahasan, seperti Akidah, membutuhkan kepada kreasi dan upaya seorang agamawan, yang dalam bidang Akidah, tugas ini diemban oleh para mutakallim (pakar ilmu Kalâm).

Kedua, menjelaskan Akidah sebuah agama. Setelah seorang mutakallim menyajikan dan mengistimbathkan Akidah tersebut, tugas selanjutnya adalah menjelaskan, menginterpretasikan, mengenalisa, dan membuktikannya. Sebagai contoh, setelah mendapatkan dalil akan ke-Esaan Tuhan dalam teks dan literatur Islam (Al-Qur’an dan Hadis), ia harus berusaha membuktian keyakinan ini dengan argumentasi logis, sebagaimana ia juga harus menjelaskan dan membuktikan singkronisasi dan keserasian antara Akidah yang satu dengan yang lain, serta menetapkan bahwa tidak ada kontradiksi dan paradoksi di dalamnya.

Ketiga, membela Akidah sebuah agama, manjawab kerancauan-kerancauan dan kritikan-kritikan yang ada. Tugas lain yang diemban oleh seorang mutakallim adalah menjaga kehormatan Akidah dengan menangani dan menjawab pelbagai kritik dan sanggahan yang muncul dari para penentang agama.

Definisi Ilmu Kalâm

Dengan mencermati tugas dan misi-misi yang diemban, ilmu Kalâm bisa didefinisikan dengan: ilmu yang memaparkan, menjelaskan, dan membuktikan serta membela Akidah dari pelbagai kerancuan-kerancuan1. Definisi ini mirip dengan definisi yang dilontarkan oleh Syahid Murtadha Muthahari. Beliau mengemukakan: “Ilmu Kalâm merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang Akidah dan keyakinan Islam. Artinya, apa yang harus diyakini dan dipercayai dibahas di sini, dengan cara memaparkan, memberikan argumentasi, dan membelanya dari berbagai kerancuan yang muncul”.2

Topik Ilmu Kalâm

Sejumlah disiplin ilmu pengetahuan hanya memiliki satu topik pembahasan. Matematika contohnya. Topik pembahasannya hanya berkisar pada bilangan. Artinya, semua permasalahan dan premis-premis dalam disiplin ilmu ini hanya membahas tentang hukum-hukum bilangan, tidak lebih. Akan tetapi, bukan berarti ini sebuah keharusan bahwa setiap disiplin ilmu harus memiliki tema pembahasan tunggal. Ilmu Kalâm termasuk ilmu-ilmu yang memiliki lebih dari satu topik pembahasan; terkadang membahas tentang Tuhan, sifat-sifat-Nya, Kiamat, dan terkadang membahas tentang para nabi, dan lain sebagainya.

Topik ilmu Kalâm sama sekali tidak menentukan permasalahan-permasalahannya. Tujuan dan tugas-tugas yang kita sebutkan di atas merupakan klasifikasi dan penentu bagi permasalahan disiplin ilmu Akidah (Kalâm).

Sebab Penamaan Ilmu Kalâm

Perlu disebutkan di sini, mengapa disiplin ilmu ini dinamakan dengan Kalâm. Terdapat berbagai pendapat dan pandangan dalam hal ini yang telah muncul ke permukaan. Kita akan menyebutkan sebagaian dari pendapat-pendapat tersebut:

1)Ilmu Akidah menambah kemampuan dan kecakapan berbicara dan berargumentasi.

2)Pada awal mulanya kitab-kitab Akidah selalu diawali dengan kata-kata Al -Kalâm, seperti Al-Kalâm fi wujûdillah, Al-Kalâm fi Shifatih, dan seterusnya.

3)Permasalahan terpenting dan terpanas di awal-awal Islam yang menyedot perhatian dan membuat perdebatan yang amat sengit adalah masalah makhluk tidaknya Kalâm Allah SWT.

Mengingat pembahasan ini tidak begitu memberikan manfaat yang begitu berarti, maka kita rasa pembahasan mengenai sebab penamaan ini kita cukupkan sampai di sini saja.

Sejarah Ilmu Kalâm dan Faktor Terpenting Dalam Proses Kemunculannya

Penentuan secara detail dan pasti sejarah munculnya ilmu Kalâm adalah masalah yang tidak mudah. Namun, tanpa diragukan lagi, pada paruh ke dua dari abad ke-2 Hijriah permasalahan ilmu Kalâm, seperti Jabr, Ikhtiâr, keadilan Tuhan, telah mencuat kepermukaan dan menjadi bahan kuliah dan kajian kaum Muslim kala itu. Orang pertama yang secara resmi membahasnya secara klasik adalah Hasan Bashri (wafat tahun 110 Hijriah). Seiring dengan bergulirnya masa, permasalahan ilmu Kalâm semakin meluas, sekte-sekte dan aliran-aliran bermunculan. Di antaranya Khawârij, Qadariyah, Mu'tazilah, jahmiyah, dan Murji`ah. Keyakinan setiap dari aliran ini dibahas dalam ilmu Milal wa Nihal, dan jelas, hal itu tidak bertalian dengan pembahasan kita sekarang.

Dari sudut pandang yang berbeda bisa dikatakan, jika maksud dari ilmu Kalâm itu adalah penjelasan atau pemaparan secara argumentatif, maka cikal-bakal dan bibit tumbuh serta berkembangnya ilmu Kalâm adalah Al-Qur’an sendiri dan sabda-sabda Rasul serta para ma’shûm, khususnya Amirul Mukminin yang telah memapaparkan dan mengargumentasikannya.

Sebagaimana perkembangan dan meluasnya ilmu Kalâm ini juga berkat anjuran-anjuran Al-Qur’an dan sabda-sabda nabi yang selalu mengajak berpikir dan bernalar, serta melarang (mencela) taklid buta. Namun, selain faktor ini tadi, ada faktor-faktor signifikan lain yang membuat perkembangan yang sangat pesat dalam disiplin ilmu ini, di antaranya:

a)Adanya interaksi antara Islam dan pelbagai lapisan masyarakat yang memiliki akar dan kerangka berfikir yang beraneka-ragam.

b)Adanya pengikut-pengikut agama lain yang hidup berdampingan dengan Islam dan muslimin, seperti Yahudi, dan Kristen. Kondisi semacam ini sangat menuntut kewaspadaan dan kesiagaan muslimin dalam menjaga Akidah dan keyakinan mereka.

c)Munculnya kelompok Zindîq dalam dunia Islam yang selalu memancing dan membuka front dengan muslimin di setiap masa dan waktu.

Faktor-faktor tadi, ditambah dengan himbauan dan anjuran Al-Qur’an dan sabda-sabda para ma’shûm as untuk bebas berpikir dan bernalar, telah menambah rasa ingin mengkaji dan meneliti kaum muslimin tentang keyakinan agama mereka. Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau pada abad kedua, ketiga, dan keempat Hijriyah, para teolog besar dan ternama muncul dalam dunia Islam.

Kalâm Jadîd

Pada dekade terakhir, istilah Kalâm Jadîd mencuat kepermukaan. Hal ini dikarenakan adanya serangan dan kritikan yang dilancarkan para pemikir Barat dan kaum Atheis, kritikan-kritikan yang relatif baru dan belum tersentuh dan terbahas secara klasik oleh para Teolog Islam sebelumnya. Untuk menjawab sangkalan-sangkalan tersebut diperlukan teori-teori baru (teori filosofis contohnya) yang bisa menjawab kritikan-kritikan di atas secara tuntas.

Secara serius, hal ini menyebabkan perubahan dan perkembangan ilmu Kalâm. Perlu dipahami bahwa perubahan yang terjadi ini bukanlah perubahan drastis yang mengindikasikan invaliditas Akidah agama itu sendiri. Akan tetapi, maksud dari perubahan tadi adalah kritikan baru itu perlu dijawab, dan karena skalanya yang sangat besar, ditambah dengan jawaban-jawaban baru yang muncul, menyebabkan perubahan yang sangat besar dalam pembahasan ilmu Kalâm sehingga bisa kita katakan hal itu berbeda dengan Kalâm Qadîm (kuno). Dengan demikian, ilmu Kalâm ini disebut dengan Kalâm jadîd (Kalâm Modern).

Atas dasar ini, sekelompok dari para intelektual Muslim lebih menyukai istilah masâ`el-e jadîd-e Kalâm (Problema-problema baru dalam ilmu Kalâm), ketimbang memakai istilah Kalâm Jadîd. Polemik seputar hal ini tidak begitu berarti bagi kita. Yang terpenting dari hal itu semua adalah pemahaman akan maksud dan tujuan dari istilah itu semua.

Ringkasan

§ Unsur-unsur fundamental Akidah Islam – yang lazim kita yakini – dinamakan Ushûluddîn.

§ Ilmu Kalâm mengemban tiga misi: memaparkan, menjelaskan, dan menjawab pelbagai kritikan yang berhubungan dengan Akidah.

§ Ilmu Kalâm tidak memiliki topik pembahasan tunggal sebagai faktor pembeda dengan ilmu lain. Akan tetapi, ilmu Kalâm terbedakan dengan ilmu-ilmu lain melalui tugas-tugas dan tujuan yang diembannya.

§ Sebab penamaannya dengan Kalâm:

·Ilmu ini menambah kecakapan berbicara dan berargumentasi.

·Pada mulanya literatur-literatur kuno yang membahas Akidah selalu dimulai dengan kata al-Kalâm, seperti al-Kalâm fi Tauhîdillah, al-Kalâm fi Shifatih, dan seterusnya.

·Pembahasan terpenting dan terpanas pada awal kemunculannya adalah pembahasan tentang apakah Kalâm Allah itu baru atau tidak?

§ Faktor fundamental pemaparan Akidah di tengah masyarakat muslim adalah anjuran dan dorongan dari Al-Qur’an dan sabda-sabda para ma’shûm as, terlebih Amirul Mukminin. Adapun secara formal, pembahasan Kalâm muncul pada paruh kedua abad ke-2 Hijriah, dan pencetusnya adalah Hasan Bashri (w – 110 H).

§ Selain berkat dorongan dan anjuran-anjuran Al-Qur’an dan hadis-hadis, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan perkembangan pesat dalam disiplin ilmu ini antara lain:

a)Hubungan Islam dengan berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai keyakinan yang beraneka ragam.

b)Adanya pengikut agama-agama lain yang hidup berdampingan dengan umat Islam.

c)Munculnya para Zindîq dalam dunia Islam.

Pada dekade terakhir, ilmu Kalâm mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat (sampai pada masa keemasannya). Faktor mendasar yang melandasi perubahan kolosal tersebut adalah sangkalan-sangkalan dengan skala besar yang terlontar dari kalangan non-Islam, yang menciptakan setumpuk jawaban yang sama sekali baru, sehingga sekelompok orang menganggap ilmu baru dan menamakanya Kalâm Jadîd. Sedangkan sebagaian kelompok lain memiliki persepsi bahwa itu bukanlah ilmu baru, hanya permasalahannyalah yang baru.


1 Definisi ilmu Kalâm ini - dengan memperhatikan tugas yang diembannya - senada dengan definisi ilmu mantiq, di mana para ahli logika mendefinisikannya dengan: seperangkat kaidah yang dapat mencegah dan menjaga benak manusia dari kesalahan dalam proses berfikir dan berargumentasi.

2 Murtadha Muthahari, Pengenalan terhadap ilmu-ilmu Islam (Asynâ`iy bâ Olûm-e Eslâmiy), cetakan Shadra, juz 2, hal 9.



Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home